Kamis, 15 Mei 2014

HUBUNGAN DENGAN KEBUDAYAAN MANUSIA

HUBUNGAN DENGAN KEBUDAYAAN MANUSIA
Manusia, kata manusia sering kali kita dengar dan tidak asing lagi, karena kita juga Merupakan manusia. Manusia sendiri memiliki arti yang cukup banyak, tapi menurut saya, manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan yang sangat istimewa dibandingkan dengan makhluk hidup yang lainnya yang tinggal di sekitar kita. Manusia memiliki akal budi yang tidak dimiliki oleh makhluk hidup lainnya serta makhluk hidup berkuasa atas apa yang diciptakan di atas bumi ini, hanya saja harus sesuai dengan hati nurani yang diciptakan Tuhan hanya pada manusia.

Manusia sendiri memiliki sifat sosial yang tinggi, karena manusia selalu membutuhkan manusia lainnya untuk kelangsungan hidup, sifat manusia yang beragam diciptakan untuk saling melengkapi, hanya saja semakin banyak manusia tercipta, semakin banyak pula tercipta sifat dan kebudayaan yang berbeda.  manusia dengan budaya sangatlah erat karena dari kata manusia yang artinya ciptaan Tuhan yang berakal budi yang sangatlah istimewa dari ciptaan Tuhan yang lainnya. Sedangkan Budaya itu sendiri adalah ciptaan manusia yang berasal dari tingkah laku serta lingkungan pada kehidupan manusia itu sendiri sehingga terciptalah kata kebudayaan yang artinya budaya yang diciptakan oleh akal budi manusia, oleh sebab itu budaya dan manusia tidak bisa dipisahkan.
Tiap manusia pun bisa tanpa disadari bisa membuat budaya dirinya sendiri, melalui akal budi mereka sendiri mereka bisa mempengaruhi orang lain disekitarnya, sehingga dengan seiring waktu berjalan, orang-orang disekitar dia akan memiliki tingkah laku, sifat dan kebudayaan yang hampir sama dengan dia.
Budaya manusia itu sendiri berbeda-beda yang disebabkan oleh banyak faktor seperti daerah, turun-temurun, tingkat sosial, lingkungan, kemajuan IPTEK dan lain sebagainya. Hal ini menimbulkan banyaknya tarian, lagu, kebiasaan dan tatanan kehidupan lainnya di setiap daerah yang berbeda, apalagi seperti di Indonesia yang memiliki banyak sekali daerah dan bermacam-macam suku. Contoh kebiasaan berbudaya dalam daerah Manado belum tentu sama dengan kehidupan berbudaya suku Bugis.
Seiring berjalannya waktu, kebudayaan yang mempengaruhi serta dipengaruhi oleh manusia pun semakin berkembang. Perbedaan tingkah laku dan etika berbudaya setiap manusia terkadang menimbulkan konflik dalam kehidupan manusia. Kebanggaan, kesombongan dan egoisme manusia terhadap kebudayaannya membuat manusia tersebut bersikap radikal yang arti kasarnya ia melihat bahwa kebudayaan orang lain itu buruk dan kebudayaannya lah yang terbaik. Berbagai macam konflik kehidupan manusia yang berlatar belakang budaya seringkali kita temui seperti diskriminasi dan rasisme terhadap suku tertentu maupun agama tertentu.

Budaya yang berbeda itu indah, karena kita bisa melihat perbedaan dan bisa mempelajari kebudayaan orang lain, manusia yang merupakan makhluk sosial tentunya tidak jauh dari yang namanya bergaul dengan orang lain, bersosialisme dengan orang lain, karena manusia tidak mungkin hidup sendiri, sehingga setiap manusia harus mempelajari dan bertoleransi terhadap budaya orang lain.
Semakin banyaknya budaya yang ada di tengah-tengah manusia, konflik yang terjadi semakin banyak meskipun hanya karena masalah kecil. Kalau manusia yang memiliki toleransi tinggi, konflik tidak akan terjadi, karena manusia yang berakal budi baik tentu saja melihat keindahan dalam perbedaan sehingga kedamaian dan kebersamaan akan tercipta.
Hubungan antara manusia dengan kebudayaan dapat dilihat dari kedudukan manusia terhadap kebudayaan.Manusia mempunyai empat kedudukan kebudayaan :
1. Penganut Kebudayaan
2. Pembawa Kebudayaan
3. Manipulator Kebudayaan
4. Pencipta Kebudayaan.

Manusia Sebagai Pencipta dan Pengguna Kebudayaan
Budaya tercipta atau terwujud merupakan hasil dari interaksi antara manusia dengan segala isi yang ada di alam raya ini. Manusia diciptakan oleh Tuhan dengan dibekali oleh akal pikiran sehingga mampu untuk berkarya di muka bumi ini dan secara hakekatnya menjdai khalifah di muka bumi ini. Disamping itu manusia juga memiliki akal, intelegensia, intuisi, perasaan, emmosi, kemauan, fantasi dan perilaku. Dengan semua kemampuan yang dimiliki oleh manusia maka manusia bias menciptakan kebudayaan. Ada hubungan dialektika antara manusia dan kebudayaan. Kebudayaan adalah produk manusia, namun manusia itu sendiri adalah produk kebudayaan. Dengan kata lain, kebudayaan ada karena manusia yang menciptakannya dan manusia dapat hidup di tengah kebudayaan yang diciptakannya. Kebudayaan akan terus hidup manakala ada manusia sebagai pendukungnya.
Kebudayaan mempunyai kegunaan yang sangat besar bagi manusia. Hasil karya manusia menimbulkan teknologi yang mempunyai kegunaan utama dalam melindungi manusia terhadap lingkunganya. Sehingga kebudayaan memiliki peran :
- Sebagai suatu hubungan pedoman antar manusia atau kelompoknya
- Wadah untuk menyalurkan perasaan-perasaan dan kemampuan-kemampuan lain
- Sebagai pembimbing kehidupan dan penghidupan manusia
- Pe,beda manusia dan binatang
- Petunjuk-petunjuk tentang bagaimana manusia harus bertindak, berbuat dan menentukan
sikapnya jika berhubungan dengan orang lain.
- Sebagai modal dasar pembangunan

Problematika kebudayaan
Seiring dengan perkembangannya, kebudayaan juga mengalami beberapa problematika atau masalah-masalah yang cukup jelas yaitu :
- Hambatan budaya yang ada kaitannya dengan pemandangan hidup dan sistem kepercayaan
- Hambatan budaya yang berkaitan dengan perbedaan sudut pandang atau persepsi
- Hambatan budaya yang berkaitan dengan faktor psikologi atau kejiwaan
- Masyarakat terpencil atau terasing dan kurang komunikasi dengan masyarakat lainya
- Sikap tradisionalisme yang berprasangka buruk terhadap hal-hal yang baru
- Mengagung-agungkan kebudayaan suku bangsanya sendiri dan melecehkan budaya suku
Bangsa lainnya atau lebih dikenal dengan paham Etnosentrisme
- Perkembangan iptek sebagai hasil dari kebudayaan

HAKEKAT MANUSIA DAN KEBUDAYAAN
Berbicara tentang manusia maka satu pertanyaan klasik yang sampai saat ini belum memperoleh jawaban yang memuaskan adalah pertanyaan tentang siapakah manusia itu? Banyak teori telah dikemukakan, diantaranya adalah pemikiran dari aliran materialism, idealisme, realism klasik, dan teologis.
Aliran materialism mempunyai pemikiran bahwa materi atau zat merupakan satu-satunya kenyataan dan semua peristiwa terjadi karena proses material ini. Sedangkan aliran idealism beranggapan bahwa jiwa adalah kenyataan yang sebenarnya. Aliran realism klasik beranggapan bahwa manusia dipandang sebagai kejiwaan atau kerohanian. Aliran teologis membedakan manusia dari mekhluk lain karena hubungannya dengan Tuhan.
Hal yang dilakukan oleh manusia inilah kebudayaan. Kebudayaan yang digunakan manusia dalam menyelesaikan masalah-masalahnya bisa kita sebut sebagai way of life, yang digunakan sebagai pedoman bertingkah laku. internalisasi, sosialisasi dan enkulturasi.Hakekat manusia adalah sebagai berikut :
1. Makhluk memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk memenuhi
kebutuhannya.
2. Individu memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan
sosial. jahat.
3. yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif mampu mengatur dirinya dan
menentukan nasibnya.
4. Makhluk dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak pernah selesai
(tuntas).
5. Individu yang hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk dirinya sendiri,
membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik untuk ditempati
6. Suatu keberadaan berpotensi yang perwujudanya merupakan ketakterdugaan dengan potensi.
7. Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung kemungkinan baik.
8. Individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan terutama lingkungan, bahkan ia tidak bisa
berkembang sesuai dengan martabat kemanusiannya tanpa hidup dalam lingkungan sosial.


HAKEKKAT KEBUDAYAAN
Kebudayaan seringkali dipahami dengan pengertian yang tidak tepat. Beberapa ahli ilmu sosial telah berusaha merumuskan berbagai definisi tentang kebudayaan dalam rangka memberikan pengertian yang menar tentang apa yang dimaksud dengan kebudayaan.
Akan tetapi ternyata definisi-definisi tersebut tetap saja kurang memuaskan. Terdapat dua aliran pemikiran yang berusaha memberikan kerangka bagi pemahaman tentang pengertian kebudayaan ini, yaitu aliran ideasional dan aliran behaviorisme/materialism. Dari berbagai definisi yang telah dibuat tersebut, Koentjaraningrat berusaha merangkum pengertian kebudayaan dalam 3 wujudnya yaitu kebudayaan sebagai wujud cultural, social system, dan artifact.
Unsur-unsur kebudayaan
Unsur kebudayaan besar(cultural universal): dikemukakan oleh C. Kluckhon
1. Sistem religius (homo religius)
Merupakan produk manusia sebagai homo religius.
Manusia yang memiliki kecerdasan pikiran dan perasaan luhur tanggap bahwa diatas kekuatan dirinya terdapat kekuatan lain yang maha besar. Karena itu manusia takut sehingga menyembahnya dan lahirlah kepercayaan yang sekarang menjadi agama.
2. Sistem organisasi kemasyarakatan (homo socius)
Merupakan prodak manusia sebagai homo socius.
Manusia sadar bahwa tubuhnya lemah namun memiliki akal maka disusunlah organisasi kemasyarakatan dimana manusia bekerja sama untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
3. Sistem pengetahuan (homo safiens)
Merupakan prodak manusia sebagai homo safiens.
Pengetahuan dapat diperoleh dari pemikiran sendiri maupun dari orang lain.
4. Sistem mata pencaharian hidup dan system ekonomi (homo ekonomicus)
Merupakan produk manusia sebagai homo economicus, yaitu menjadikan tingkat kehidupan manusia secara umum terus meningkat.
Ilmu Budaya Dasar Halaman 4 dari 8
5. Sistem peralatan hidup dan tehnologi (homo faber)
Merupakan produk manusia sebagai homo faber.
Bersumber dari pemikirannya yang cerdas dan dibantu dengan tangannya manusia dapat membuat dan mempergunakan alat, dengan alat-alat ciptaannya itulah manusia dapat lebih mampu mencukupi kebutuhannya .
6. Sistem bahasa (homo longuens)
Merupakan produk manusia sebagai homo longuens.

Wujud Kebudayaan
Prof. Dr. Koentjoroningrat menguaikan tentang wujud kebudayaan menjadi 3 macam yaitu:
Wujud kebudayaan sebagai kompleks dari ide-de, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya.
Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat
Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Wujud pertama adalah wujud ideal kebudayaan. Sifatnya abstrak, tidak dapat diraba dan difoto. Letaknya dalam alam pikiran manusia. Sekarang kebudayaan ideal ini banyak tersimpan dalam arsip kartu komputer, pita komputer, dan sebagainya. Ide-ide dan gagasan manusia ini banyak yang hidup dalam masyarakat dan memberi jiwa kepada masyarakat. Gagasan-gagasan itu tidak terlepas satu sama lain melainkan saling berkaitan menjadi suatu sistem, disebut sistem budaya atau cultural, yang dalam bahasa Indonesia disebut adat istiadat.
Wujud kedua adalah yang disebut sistem sosial atau sosial sistem, yaitu mengenai tindakan berpola manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi satu dengan lainnya dari waktu ke waktu, yang selalu menurut pola tertentu. Sistem sosial ini bersifat konkrit sehingga bisa diobservasi, difoto dan didokumentir.
Wujud ketiga adalah yang disebut kebudayaan fisik, yaitu seluruh hasil fisik karya manusia dalam masyarakat. Sifatnya sangat konkrit berupa benda-benda yang bisa diraba, difoto dan dilihat. Ketiga wujud kebudayaan tersebut di atas dalam kehidupan ideal dan adat-istiadat mengatur dan mengarahkan tindakan manusia baik gagasan, tindakan dan karya manusia, menghasilkan benda-benda kebudayaan secara fisik. Sebaliknya kebudayaan fisik membentuk lingkungan hidup tertentu yang makin menjauhkan mansia dari lingkungan alamnya sehingga bisa mempengaruhi pola berpikir dan berbuatnya.
Adapun unsur kebudayaan yang bersifat universal yang dapat kita sebut sebagai isi pokok tiap kebudayaan di dunia ini, ialah:
Peralatan dan perlengkapan hidup manusia sehari-hari misalnya; pakaian, perumahan, alat rumah tangga, senjata dan sebagainya.
Sistem mata pencaharian dan sistem ekonom. Misalnya; pertanian perternakan, sistem produksi
Sistem kemasyarakatan, misalnya kekerabatan, sistem perkawinan, sistem warisan
Bahasa sebagai media komunikasi, baik lisan maupun tertulis
Ilmu pengetahuan
Kesenian, misalnya seni suara, seni rupa, seni gerak
Sistem religi.

Masing-masing unsur kebudayaan universal ini pasti menjelma dalam ketiga wujud budaya tersebut di atas, yaitu wujud sistem budaya, sistem sosial, dan unsur budaya fisik.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBUDAYAAN
Kebudayaan adalah hasil ciptaan manusia yang hidup dalam masyarakat. Dari hidup bermasyarakat itulah maka timbullah kebudayaan. Hanya saja karena manusia yang hidup bermasyarakat itu terpencar-pencar di segala penjuru dunia, maka kebudayaan yang ditimbulkan juga bermacam-macam pula.
Misalnya; semua bangsa menginginkan pakaian, rumah dan makanan. Tetapi pakaian, rumah dan makanan yang diinginkannya itu bagaimana bentuknya, masing-masing bangsa berbeda-beda.
Contoh; pakaian nasional bangsa Eropa berbeda dengan pakaian bangsa Arab, dan berbeda pula dengan bentuk pakaian bangsa Indonesia. Begitu pula bentuk rumah dan jenis makanan.
Apakah yang mempengaruhi perbedaan itu?
Dengan kata lain: faktor-faktor apakah yang mempengaruhi pembentukan kebudayaan itu?
Jelas ada beberapa faktor yang mempengaruhinya, yaitu:
Faktor-faktor yang mendorong :
Ø  Kontak dengan kebudayaan lain
Ø  Sistem pendidikan yang maju
Ø  Sikap menghargai hasil karya orang lain dan keinginan untuk maju
Ø   Toleransi terhadap perbuatan menyimpang
Ø  Sistem lapisan masyarakat yang terbuka
Ø  Penduduk yang heterogen
Ø  Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu
Ø  Orientasi ke depan
Ø  Nilai meningkatkan taraf hidup

Faktor-faktor yang menghambat
Ø  Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain
Ø  Perkembangan ilmu pengetahuan yang lambat
Ø  Sikap masyarakat yang tradisional
Ø  Adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam dengan kuat (vested Interest)
Ø  Rasa takut terjadinya kegoyahan dalam integrasi kebudayaan
Ø  Prasangka terhadap hal baru
Ø  Hambatan ideologis
Ø  Kebiasaan
Ø  Sikap pasrah

Misalnya; PENGARUH BANGSA TIMUR TERHADAP BUDAYA INDONESIA
Manusia mendiami wilayah yang berbeda, berada di lingkungan yang berbeda juga. Hal ini membuat kebiasaan, adat istiadat, kebudayaan dan kepribadian setiap manusia suatu wilayah berbeda dengan yang lainnya. Namun secara garis besar terdapat tiga pembagian wilayah, yaitu : Barat, Timur Tengah, dan Timur.Kita di Indonesia termasuk ke dalam bangsa Timur, yang dikenal sebagai bangsa yang berkepribadian baik. Bangsa Timur dikenal dunia sebagai bangsa yang ramah dan bersahabat. Orang – orang dari wilayah lain sangat suka dengan kepribadian bangsa Timur yang tidak individualistis dan saling tolong menolong satu sama lain. Meskipun begitu, kebanyakan bangsa Timur masih tertinggal oleh bangsa Barat dan Timur Tengah.

Kepribadian bangsa timur dapat diartikan suatu sikap yang dimiliki oleh suatu negara yang menentukan penyesuaian dirinya terhadap lingkungan. Kepribadian bangsa timur pada umumnya merupakan kepribadian yang mempunyai sifat toleransi yang tinggi. Kepribadian bangsa timur, kita tinggal di Indonesiatermasuk ke dalam bangsa timur, dikenal sebagai bangsa yang berkepribadian baik. Di dunia bangsa timur dikenal sebagai bangsa yang ramah dan bersahabat.
Bercerita tentang kepribadian bangsa timur, saya jadi teringat oleh Indonesia. Indonesia memiliki beragam budaya, suku dan adat istiadat. Indonesia termasuk dalam bagian negara-negara yang ada dalam posisi benua asia memiliki adat yang disebut adat ketimuran. Indonesia yang tergabung dari berbagai suku dan terkenal dengan keramahtamahan masyarakatnya dan tingginya rasa saling menghormati antar sesama. Indonesia sangat berbeda dengan negara-negara barat, karena pandangan hidup dan kebiasaan masyarakatnya yang berbeda. Dalam pandangan hidup masyarakat Indonesiayang memiliki adat ketimuran, rasa toleransi, ramah, sopan santun, saling menghargai dan gotong royong selalu menjadi dasar hidup masyarakat Indonesia.

Bangsa timur identik dengan benua asia yang penduduknya sebagian besar berambut hitam, berkulit sawo matang dan adapula yang berkulit putih, bermata sipit. Sebagian besar cara berpakaian orang timur lebih sopan dan tertutup mungkin karena orang timur kebanyakan memeluk agama islam dan menjunjung tinggi norma-norma yang berlaku. Namun di zaman yang sekarang ini orang timur kebanyakan meniru kebiasaan orang barat. Kebiasaan orang barat yang tidak sesuai atau bertentangan dengan kebiasaan orang timur dapat memengaruhi kejiwaan orang timur itu sendiri.
Kita tidak bisa selalu mengatakan budaya timur itu lebih baik daripada budaya barat , menurut saya situasi dan kondisi berperan sangat penting untuk menentukan berdasarkan budaya mana orang harus menyelesaikan suatu masalah. Kita dituntut untuk memiliki beberapa pertimbangan yang bersifat menyeluruh, pada budaya timurlah kita memiliki kelebihannya.

Di zaman yang sudah mulai modern ini kebudayaan bangsa kita yaitu bangsa timur sudah mulai tergeser atau tercampur dengan kebudayaan bangsa barat yang cenderung gampang sekali memikat penduduk indonesia khususnya generasi muda di jaman sekarang.

ORIENTASI NILAI BUDAYA
Menurut C. Kluckhon dalam karyanya Variations in Value Orientation sistem nilai udaya secara universal menyangkut lima masalah pokok kehidupan manusia,yaitu :
- Hakekat Hidup Manusia hakekat, Hidup setiap kebudayaan berbeda secara exstern. Seperti bcrusaha memadamkan hidup,menganggap kelakuan hidup tertentu sebagai suatu hal yang baik.
-Hakekat karya Manusia, Kebudayaan hakekatnya berbeda-beda ada yang bertujuan u-ntuk hidup,dan lain sebagainya.
-Hakekat waktu Manusia, Hakekat waktu setiap budaya berbeda,ada yang mementingkan orientasi masa lampau dan mementingkan orientasi masa kini.
-Hakekat Alam Manusia, Manusia memiliki anggapan yang berbeda,ada yang beranggapan kebudayaan harus mengeksploitasi alam dan ada pula yang beranggap manusia harus harmonis dengan alam.
-Hakekat Hubungan Manusia, Mementingkan hubungan antar sesamanya dan orientasi pada tokoh,yang berpandanga individualis ditinggalkan saja.

PERUBAHAN KEBUDAYAAN
Faktor – faktor yang mempengaruhi diterima atau tidaknya suatu unsur kebudayaan baru
Di antara berbagai faktor yang mempengaruhi diterima atau tidaknya sesuatu unsur kebudayaan baru atau asing dalam suatu masyarakat yang biasanya cukup berperan adalah:

1. Terbiasanya masyarakat tersebut mempunyai hubungan/kontak kebudayaan dengan orang-orang yang berasal dari luar masyarakat tersebut, yang mempunyai kebudayaan yang berbeda. Sebuah masyarakat yang terbuka bagi hubungan-hubungan dengan orang yang beraneka ragam kebudayaannya, cenderung menghasilkan warga masyarakat yang bersikap terbuka terhadap unsur-unsur kebudayaan asing. Sikap mudah menerima kebudayaan asing lebih-lebih lagi nampak menonjol kalau masyarakat tersebut menekankan pada ide bahwa kemajuan dapat dicapai dengan adanya sesuatu yang baru, yaitu baik yang datang dan berasal dari dalam masyarakat itu sendiri, maupun yang berasal dari kebudayaan yang datang dari luar.

2. Kalau pandangan hidup dan nilai-nilai yang dominan dalam kebudayaan tersebut ditentukan oleh nilai-nilai yang bersumber pada ajaran agama; dan ajaran ini terjalin erat dalam keseluruhan pranata yang ada dalam masyarakat tersebut; maka penerimaan unsur-unsur kebudayaan yang baru atau asing selalu mengalami kelambatan karena harus di sensor dulu oleh berbagai ukuran yang berlandaskan pada ajaran agama yang berlaku. Dengan demikian, suatu unsur kebudayaan baru akan dapat diterima jika unsur kebudayaan yang baru tersebut tidak bertentangan dengan ajaran agama yang berlaku, dan karenanya tidak akan merusak pranata-pranata yang sudah ada.

3. Corak struktur sosial suatu masyarakat turut menentukan proses penerimaan unsur kebudayaan baru. Suatu struktur sosial yang didasarkan atas sistem otoriter akan sukar untuk dapat menerima suatu unsur kebudayaan baru, kecuali kalau unsur kebudayaan baru tadi secara langsung atau tidak langsung dirasakan oleh rezim yang berkuasa sebagai sesuatu yang menguntungkan mereka.

4. Suatu unsur kebudayaan baru dengan lebih mudah diterima oleh suatu masyarakat kalau sebelumnya sudah ada unsur-unsur kebudayaan yang menjadi landasan bagi diterimanya unsur kebudayaan yang baru tersebut. Di pedesaan di pulau Jawa, adanya sepeda sebagai alat pengangkut dapat menjadi landasan memudahkan di terimanya sepeda motor di daerah pedesaan di Jawa; dan memang dalam kenyataan demikian.

5. Sebuah unsur baru yang mempunyai skala kegiatan yang terbatas dan dapat dengan mudah dibuktikan kebenarannya oleh warga masyarakat yang bersangkutan, dibandingkan dengan sesuatu unsur kebudayaan yang mempunyai skala luas dan yang sukar secara konkrit dibuktikan kegunaannya. Contohnya adalah diterimanya radio transistor dengan mudah oleh warga masyarakat Indonesia, dan bahkan dari golongan berpenghasilan rendah merupakan benda yang biasa dipunyai.
Dari beberapa pokok pembicaraan yang dikemukakan di atas berkenaan dengan penerimaan unsur-unsur baru, dapat dikatakan bahwa inovasi bisa terdapat karena: 1) inovasi tersebut bertentangan dengan pola-pola kebudayaan yang sudah ada; 2) kalau inovasi tersebut akan mengakibatkan perubahan pola-pola kebudayaan dan struktur sosial yang sudah ada dan menggantikannya dengan yang baru; 3) kalau inovasi tersebut bersifat mendasar berkenaan dengan pandangan hidup atau nilai yang ada dalam masyarakat bersangkutan: misalnya “free lover” untuk masyarakat Indonesia akan ditentang kalau harus diterima sebagai suatu cara hidup; 4) disamping itu bila inovasi itu dianggap terlalu mahal biayanya juga akan terhambat dalam penciptaannya maupun dalam penyebaran atau difusinya, terkecuali kalau oleh kelompok yang digolongkan sebagai “vested interests” inovasi tersebut dianggap menguntungkan maka inovasi akan diterima.
Penerimaan atas unsur baru atau inovasi dapat mengakibatkan terwujudnya berbagai kekacauan sosial yang merupakan perwujudan- perwujudan dari proses perubahan sosial, sebelum inovasi tersebut diterima dengan mantap dan menjadi baku dalam tata kehidupan sosial yang berlaku dalam masyarakat. Kekacauan sosial tersebut biasanya dinamakan sebagai disorganisasi sosial (social disorganization). Dalam keadaan kekacauan sosial ini, aturan-aturan atau norma-norma lama sudah tidak berlaku lagi atau sebagian-sebagian masih berlaku sedangkan aturan-aturan atau norma-norma lama tersebut dalam mengatur kehidupan sosial warga masyarakat. Sehingga dalam tahap ini terdapat semacam kebingungan atau kekacauan dalam berbagai bidang kehidupan sosial.
Bila unsur-unsur baru telah mantap diterima dan norma-norma atau aturan-aturan baru telah mantap menjadi pegangan dalam berbagai kegiatan sosial, maka dapatlah dikatakan bahwa masyarakat tersebut telah mencapai tingkat tertib sosial lagi. Tidak selamanya suatu penerimaan inovasi menimbulkan kekacauan sosial. Kekacauan sosial terwujud bila inovasi tersebut menyebabkan adanya perubahan-perubahan yang mendasar pada pranata-pranata yang ada dalam masyarakat yang bersangkutan.

SEBAB-SEBAB PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA
Perubahan sosial dan kebudayaan di masyarakat dapat terjadi karena adanya sebab-sebab yang berasal dari masyarakat sendiri atau yang berasal dari luar masyarakat.

A. Sebab-Sebab yang Berasal dari Dalam Masyarakat (Sebab Intern)
Berikut ini sebab-sebab perubahan sosial yang bersumber dari dalam masyarakat (sebab intern)
1) Dinamika penduduk, yaitu pertambahan dan penurunan jumlah penduduk.

2) Adanya penemuan-penemuan baru yang berkembang di masyarakat, baik penemuan yang bersifat baru (discovery) ataupun penemuan baru yang bersifat menyempurnakan dari bentuk penemuan lama (invention).

3) Munculnya berbagai bentuk pertentangan (conflict) dalam masyarakat.

4) Terjadinya pemberontakan atau revolusi sehingga mampu menyulut terjadinya perubahan-perubahan besar. Misalnya, Revolusi Rusia (Oktober 1917) yang mampu menggulingkan pemerintahan kekaisaran dan mengubahnya menjadi sistem diktator proletariat yang dilandaskan pada doktrin Marxis. Revolusi tersebut menyebabkan perubahan yang mendasar, baik dari tatanan negara hingga tatanan dalam keluarga.

B . Sebab-Sebab yang Berasal dari Luar Masyarakat (Sebab Ekstern)
Perubahan sosial dan kebudayaan juga dapat terjadi karena adanya sebab-sebab yang berasal dari luar masyarakat (sebab ekstern). Berikut ini sebab-sebab yang berasal dari luar masyarakat.

1) Adanya pengaruh bencana alam. Kondisi ini terkadang memaksa masyarakat suatu daerah untuk mengungsi meninggalkan tanah kelahirannya. Apabila masyarakat tersebut mendiami tempat tinggal yang baru, maka mereka harus menyesuaikan diri dengan keadaan alam dan lingkungan yang baru tersebut. Hal ini kemungkinan besar juga dapat memengaruhi perubahan pada struktur dan pola kelembagaannya.

2) Adanya peperangan, baik perang saudara maupun perang antarnegara dapat me-nyebabkan perubahan, karena pihak yang menang biasanya akan dapat memaksakan ideologi dan kebudayaannya kepada pihak yang kalah.

3) Adanya pengaruh kebudayaan masyarakat lain. Bertemunya dua kebudayaan yang berbeda akan menghasilkan perubahan. Jika pengaruh suatu kebudayaan dapat diterima tanpa paksaan, maka disebut demonstration effect. Jika pengaruh suatu kebudayaan saling menolak, maka disebut cultural animosity. Jika suatu kebudayaan mempunyai taraf yang lebih tinggi dari kebudayaan lain, maka akan muncul proses imitasi yang lambat laun unsur-unsur kebudayaan asli dapat bergeser atau diganti oleh unsur-unsur kebudayaan baru tersebut.



Sumber  http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya

KONFLIK ANTAR SUKU ATAU BANGSA

KONFLIK ANTAR SUKU ATAU BANGSA

Konflik antar sukubangsa yang ditangai secara reaktif, akan melahirkan konflik antar sukubangsa yang baru dan lebih besar, dan selanjutnya dapat menjadi penyebab terjadinya disintegrasi bangsa. Oleh karena itu, konsep pemolisian komuniti harus segera dikuasai oleh seluruh petugas polisi, kemudian dikenalkan dan disosialisasikan kepada masyarakat secara nasional, dan dijadikan menjadi sebuah kebijakan nasional yang bukan hanya menjadi domein tugas polisi, tetapi juga menjadi tanggung jawab pemerintah dengan membuatnya menjadi peraturan atau perundangan yang mengikat secara politik.
Ø  Eksistensi Polri
Polri sebagai penegak hukum dan pranata yang menjalankan administrasi pemerintahan, harus mampu menjadi wasit yang adil dan dapat dipercaya oleh masyarakat sukubangsa-sukubangsa. Sebagai sebuah pranata, maka polisi harus merupakan sistem antar hubungan dan norma-norma yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat dalam melaksanakan fungsi kepolisian. Fungsi kepolisian pada hakekatnya dijiwai oleh semangat untuk melayani (to serve) dan melindungi (to protect) produktivitas-produktivitas masyarakat guna terciptanya keteraturan sosial. Dengan demikian dalam menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum, maka tindakan-tindakan petugas polisi haruslah selalu dijiwai dengan semangat untuk melayani dan melindungi semua masyarakat tanpa diskriminasi.
Kaitannya dalam hubungan antar sukubangsa, maka fungsi dan peran polisi masa depan haruslah dapat bertindak sebagai wasit yang adil, dalam menjembatani hubungan antara system nasional dengan system kesukubangsaan dan tempat-tempat umum. Dan sebagai polisi masa depan selalu memperhatikan hubungan fungsional antara polisi dan masyarakatnya, dimana corak dari fungsi-fungsi polisi akan ditentukan dari perkembangan corak perkembangan masyarakat dan kebudayaan masyarakat setempat-setempat, sehingga alternative gaya pemolisian yang paling tepat bagi polisi masa depan melalui pemolisian komuniti yang menempatkan masyarakat juga sebagai polisi-polisi bagi lingkungannya. Selanjutnya makalah ini akan menjelaskan konsep-konsep tentang sukubangsa dan hubungan antar sukubangsa, kemudian kerjasama, persaingan dan konflik antar sukubangsa, serta fungsi dan peran polisi dalam pencegahan terjadinya potensi konflik dan tindakan-tindakan yang harus dilakukan pada saat konflik sedang berlangsung diantara sukubangsa.
Ø  B.   Konflik Antar Sukubangsa
Bahwa konflik antar sukubangsa ada dan terwujud dalam hubungan antar sukubangsa, yang terjadi karena perebutan sumberdaya-sumberdaya berharga dan mempertahankan kehormatan jati diri dari anggota-anggota komuniti sukubangsa setempat dengan golongan-golongan sukubangsa lainnya. Konflik antar sukubangsa, pada awalnya dimulai dari warga sukubangsa yang merasa dirugikan oleh sesuatu perbuatan yang tidak adil yang dilakukan oleh pihak lawannya, atau karena dirasakan tidak adanya atau tidak cukupnya aturan main yang adil dan prosedur-prosedur yang dapat digunakan untuk menjembatani perbedaan-perbedaan yang dapat memecahkan dan menghentikan konflik tersebut.
Perbuatan merugikan secara tidak adil tersebut kemudian dilihat dalam kerangka yang lebih biasa yang mengacu pada stereotip dan prasangka yang dipunyai oleh para pelaku yang dirugikan, yang kemudian mengaktifkan sentimen kesukubangsaan yang penuh dengan muatan emosi dan perasaan-perasaan untuk menciptakan solidaritas sosial yang melibatkan warga sukubangsa untuk mencari bantuan dari masing-masing kerabat dan anggota-anggota sukubangsanya dalam memenangkan konflik yang terjadi.
Secara hipotesis konflik antar sukubangsa dapat dicegah bila dalam hubungan-hubungan sosial antar sukubangsa-sukubangsa yang berbeda,  yang terwujud dalam kerjasama, persaingan dan konflik dalam memperebutkan sumberdaya-sumberdaya berharga dan mempertahankan kehormatan jaridiri sukubangsa atau kesukubangsaannya, terdapat aturan-aturan main yang adil, tersedianya saluran-saluran komunikasi yang dapat mereduksi subyektivitas dari stereotip dalam hubungan antar sukubangsa, dan adanya penegak hukum sebagai pihak ketiga yang netral dan bertindak selaku wasit yang adil dan dapat dipercaya oleh masyarakat sukubangsa-sukubangsa.
Ø  C.   Fungsi Polisi Dalam Konflik Antar Sukubangsa
Berdasarkan identifikasi karakteristik hubungan dan konflik antar sukubangsa tersebut, maka secara hipotesis konflik sukubangsa sebenarnya dapat dicegah apabila ada peraturan atau aturan main yang adil bagi pihak-pihak yang saling bersaing, ada satu lembaga yang memiliki kewenangan dan dapat bertindak sebagai wasit yang adil dalam menegakkan aturan-aturan, lembaga yang memiliki kewenangan untuk melayani dan melindungi produktivitas-produktivitas masyarakat, lembaga itu juga mampu menjadi mediator dan fasilitator hubungan antar sukubangsa, lembaga yang dapat menghubungkan antara kepentingan dalam system nasional, sistem sukubangsa dan sistem tempat-tempat umum dalam rangka menciptakan keteraturan sosial.
Menciptakan keteraturan sosial merupakan fungsi dari lembaga polisi. Menurut Richardson (1974) dan Reksodiputro (1977) dalam Suparlan (2004a) bahwa polisi merupakan alat negara, atau sebuah departemen pemerintahan yang didirikan untuk memelihara keteraturan sosial dalam masyarakat, menegakkan hukum dan mendeteksi kejahatan serta mencegah terjadinya kejahatan, dan memerangi kejahatan. Oleh karena itu keberadaan polisi adalah fungsional dalam kehidupan manusia dalam masyarakat dan bernegara. Hubungan fungsional antara polisi dan masyarakat, menunjukkan bahwa keberadaan polisi beserta fungsi-fungsinya ditentukan berdasarkan corak masyarakat dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat akan rasa aman. Artinya, corak dari fungsi-fungsi polisi dapat berbeda disatu masyarakat dengan masyarakat lainnya, tergantung dari corak kerawanan, tantangan dan kebudayaan masyarakat setempat-setempat.
Dalam melaksanakan fungsinya, aktivitas-aktivitas polisi secara tradisional yang bersifat reaktif dengan mengedepankan tindakan represif ketimbang tindakan preventif harus mulai dirubah, menjadi aktivitas-aktivitas polisi secara modern yang bersifat proaktif dengan mengedepankan tindakan-tindakan pencegahan. Karena polisi masa depan dalam masyarakat sipil yang demokratis menuntut polisi mendahulukan tindakan pencegahan ketimbang penindakan atau penegakan hukum, karena tindakan pencegahan lebih mampu menekan kejadian, menekan timbulnya kerugian harta dan jiwa, ongkos yang dikeluarkan relatif lebih sedikit dan dengan segala keterbatasan sumberdaya yang dimiliki oleh polisi dibandingkan dengan tantangan dan tuntutan rasa aman yang diinginkan oleh masyarakt maka tindakan pencegahan juga mengikut sertakan masyarakat dalam menciptakan keteraturan sosial dalam masyarakat itu sendiri. Konsep dan kebijakan yang tepat dalam pencegahan terjadinya kejahatan dengan mengikutsertakan komuniti-komuniti dalam masyarakat melalui kebijakan dan program pemolisian komuniti (Community policing). Pemolisian komuniti merupakan konsep kebijakan dan program yang tepat diterapkan dalam pencegahan konflik yang terjadi dalam hubungan antar sukubangsa. Friedman (1992) menjelaskan bahwa hubungan polisi dengan komuniti setempat sebagai bagian dari kebijaksanaan dan strategi untuk kepentingan polisi dalam memelihara keteraturan dan ketertiban dalam kehidupan komuniti, dalam sebuah model yang dinamakan sebagai pemolisian komuniti (community policing).
Pemolisian komuniti dibentuk atas bangunan konsep dari pembangunan komuniti (community development) merupakan sebuah proses yang bercorak bottom up dimana anggota-anggota sebuah komuniti menggorganisasi diri mereka dalam kelompok atau kumpulan individu yang secara bersama merasakan kebutuhan-kebutuhan yang harus mereka penuhi dan masalah-masalah yang harus mereka atasi yang dalam pelaksanaannya mereka itu tergantung pada sumber-sumberdaya yang ada dalam komuniti, dan bila merasa kurang maka mereka meminta bantuan kepada pemerintah atau badan-badan pemerintah. Sehingga dalam pemolisian komuniti memperlihatkan keterlibatan masyarakat dalam memberikan ide-ide, perencanaan-perencanaan dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan dari anggota komuniti yang berasal dari mereka sendiri dan untuk kepentingan dan keuntungan mereka bersama, sehingga apabila keteraturan sosial menjadi suatu kebutuhan bagi komuniti, masyarakat dan warga sukubangsa, maka mereka diberi kesempatan untuk membangun secara bottom up, dan polisi memberikan kebutuhan-kebutuhan yang tidak dapat dicukupi oleh mereka, seperti kewenangan, pembinaan dan metoda pengamanan lingkungan yang benar. Melalui kebijakan dan program pemolisian komuniti (community policing) inilah sebenarnya polisi akan dapat berfungsi sebagai pengayom warga komuniti dari berbagai bentuk dan ancaman serta kejahatan serta penegak hukum yang adil dan terpercaya sehingga dapat berfungsi sebagai mediator ataupun sebagai negoisator secara efektif dan efesien dalam berbagai konflik yang terwujud dalam komuniti setempat.





Ø  Fungsi polisi dalam mencegah terjadinya konflik antar sukubangsa dengan menerapkan konsep pemolisian komuniti dilakukan untuk untuk:
-          Mendapatkan informasi yang sebanyak-banyaknya tentang kebudayaan dari masing-masing sukubangsa dan  konvensi-konvensi sosial yang berlaku dalam suatu komuniti.
-          Memberikan kesempatan kepada komuniti atau warga sukubangsa dalam hubungan antar sukubangsa untuk membangun konsep keamanan mereka yang dipandu oleh polisi.
-          Menjadi mediator atau negoisator dalam berbagai perbedaan yang ada dalam suatu golongan atau sukubangsa, dengan cara memberikan informasi yang cukup kepada warga suatu sukubangsa tentang kebudayaan dari masing-masing sukubangsa, memberikan fasilitas yang mempertemukan warga sukubangsa , untuk melakukan komunikasi sosial yang dapat mereduksi tajamnya batas-batas sosial dan stereotip.
-          Bertindak sebagai wasit yang adil dalam menegakkan aturan yang ada.
-          Menjadi pengawas atas konvensi-konvensi sosial yang berlaku adil.
Untuk dapat melaksanakan fungsinya sebagai pencegah terjadinya konflik, maka seorang petugas polisi yang melaksanakan kegiatan pemolisian komuniti dituntut untuk selalu berada didalam wilayah dan ada diantara warga sukubangsa-sukubangsa, artinya selalu melakukan komunikasi dengan warga sukubangsa-sukubangsa dan memahami kebudayaan beserta atribut-atribut dari masing-masing warga sukubangsa, sehingga diperoleh informasi yang cukup tentang keluhan-keluhan tentang hubungan antar sukubangsa, harapan-harapan dan berbagai permasalahan dalam menciptakan keteraturan sosial, dan berbagai aturan yang dirasakan masih belum memberikan rasa aman dan keadilan dalam hubungan antar sukubangsa dan masyarakat ditempat tugasnya.
Oleh karena itu diperlukan pengetahuan yang cukup bagi petugas polisi dalam menjalankan perannya sebagai pelaksana polisi komuniti untuk mencegah terjadinya konflik antar sukubangsa, baik pengetahuan dalam bidang pemolisian maupun pengetahuan tentang ilmu-ilmu sosial. Rahardjo menjelaskan prinsip-prinsip pemolisian komuniti yang harus dimiliki oleh setiap petugas polisi antara lain : (1) individual, artinya petugas polisi mengutamakan pendekatan individu atau personal bukan otoritas yang justru menjauhkan polisi dari masyarakatnya, dan bersikap sebagai pelayan masyarakat yang tidak diskriminatif, (2) dialogue persuasion, artinya lebih menggunakan pendekatan persuasif dengan dialog daripada kekuatan pasukan, (3) freedom, artinya masyarakat diberikan kebebasan dalam memberikan pendapatnya tentang pemolisian komuniti, serta kritik kepada polisi dalam upaya mencari pemecahan terbaik dan menentukan gaya pemolisian yang tepat bagi lingkungannya, (4) partnership, artinya dalam pemolisian komuniti masyarakat merupakan partner polisi bukan sebagai obyek, (5) accountability, artinya walaupun pemolisian komuniti merupakan tanggunjawab bersama antara polisi dan masyarakat, namun polisi juga harus transparan dalam pembuatan kebijakan publik baik secara organisasi maupun perorangan, dan (6) people, artinya pemolisian komuniti mengutamakan kepentingan orang banyak, bukan perorangan, untuk itu harus didasarkan pada semangat perlindungan manusia tanpa diskriminasi.
Fungsi dan peran polisi yang harus dilakukan pada saat sedang berlangsungnya konflik fisik antar sukubangsa adalah pertama, meredam dan menghentikan konflik fisik antar sukubangsa yang terjadi dengan menggunakan kekuatan fisik polisi yang lebih besar dari warga sukubangsa-sukubangsa yang terlibat konflik,  kedua mencegah meluasnya wilayah dan sentimen konflik fisik yang terjadi, ketiga menjadi mediator dan negosiator yang dapat dipercaya untuk membangun aturan-aturan atau konvensi-konvensi sosial yang disepakati oleh kedua pihak yang sedang konflik, dan keempat mengumpulkan informasi yang sebanyak-banyaknya tentang konflik yang terjadi guna mencegah terjadinya potensi-potensi konflik dalam bentuk konflik simbolik yang dapat mengaktifkan kembali konflik fisik yang lebih besar dimasa yang akan datang.
Pada saat konflik fisik antar sukubangsa sedang terjadi dan melibatkan massa yang besar diantara warga sukubangsa-sukubangsa yang saling berhadapan secara fisik, maka cara yang paling efektif untuk menghentikan konflik fisik yang saling berhadapan itu adalah dengan menggunakan kekuatan fisik polisi yang lebih besar dari kekuatan dan jumlah warga sukubangsa-sukubangsa yang terlibat konflik, hal ini dilakukan dalam upaya untuk mencegah bertambahnya korban jiwa, terutama warga sukubangsa-sukubangsa yang tidak mengetahui atau tidak terlibat dengan konflik yang terjadi, dan mencegah semakin parahnya kerusakan fisik dan fasilitas umum yang ada. Tindakan penggunaan kekuatan fisik polisi yang besar dapat dilakukan dengan dua syarat, pertama, polisi memiliki sumberdaya fisik yang cukup untuk meredam konflik yang terjadi, dan kedua, polisi secara personal dan kesatuan memiliki kemampuan untuk bertindak secara adil dan tidak memihak kepada salah satu pihak sukubangsa yang sedang konflik.
Bersamaan dengan tindakan pengerahan kekuatan fisik polisi pada konflik fisik antar sukubangsa, maka juga dilakukan tindakan-tindakan mencegah agar konflik fisik yang terjadi tidak meluas, yaitu dengan menutup wilayah-wilayah yang menjadi arena konflik, melakukan tindakan pencegahan berupa pemeriksaan terhadap orang-orang yang akan memasuki wilayah konflik yang diperkirakan akan memberikan bantuan secara fisik maupun bantuan berupa persenjataan-persenjataan yang justru akan semakin memperburuk keadaan konflik yang terjadi serta akan memperluas wilayah konflik fisik, karena apabila diketahui oleh salah satu warga sukubangsa yang terlibat konflik bahwa ada warga sukubangsa lain atau kelompok dalam golongan sosial lain yang memberikan bantuan kepada salah satu warga sukubangsa, maka konflik antar sukubangsa akan semakin meluas dan melibatkan golongan yang memberikan bantuan kepada salah satu pihak yang sedang konflik. Tindakan pencegahan meluasnya konflik fisik yang terjadi juga dilakukan dengan meningkatkan komunikasi dengan para warga sukubangsa dan tokoh-tokoh masyarakat sukubangsa disekitar wilayah konflik atau tetangga wilayah konflik untuk menjelaskan dan memberi pemahaman tentang konflik fisik antar sukubangsa yang terjadi diwilayah sebelahnya dan mencegah terlibatnya warga sukubangsa atau masyarakat sekitar terhadap konflik yang terjadi diwilayah sebelahnya.
Pada saat itu, polisi juga harus segera bertindak sebagai mediator atau negoisator yang dapat dipercaya oleh kedua pihak untuk mempertemukan para tokoh-tokoh yang terlibat konflik, diajak berbicara dan mencari upaya-upaya untuk menghentikan konflik yang terjadi secara damai. Membuat aturan-aturan atau konvensi-konvensi sosial beserta sanksi-sanksi yang disepakati bersama. Aturan-aturan tersebut dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh masing-masing pihak sukubangsa yang terlibat konflik, dengan ketentuan apabila ada salah satu pihak yang melanggar dari kesepakatan yang tertulis, maka polisi akan menjadi wasit sekaligus menegakkan hukum. Sebagai wasit yang adil, maka polisi harus memahami kebudayaan yang didalamnya berisi tentang konsep-konsep dan metode-metode peperangan dan penyelesaian peperangan dari kedua pihak yang terlibat konflik, artinya polisi harus dapat mempertemukan secara arif dan adil antara kepentingan mencegah bertambahnya korban jiwa dan harta, dengan kepentingan aturan-aturan perang dan penyelesaian perang dalam kebudayaan kedua belah pihak serta aturan-aturan yang diatur secara hukum nasional, yang seluruhnya harus berorientasi kepada terhentinya konflik, terciptanya perdamaian dikedua pihak, disepakati dan diterimanya aturan-aturan yang dibuat oleh kedua pihak, serta tidak menimbulkan konflik dimasa yang akan datang.
Petugas polisi juga harus mampu mengumpulkan informasi apakah konflik yang terjadi saat ini memiliki hubungan dan pernah terjadi sebelumnya, siapa-siapa saja yang terlibat konflik pada saat itu, apa yang menjadi penyebab terjadinya konflik pada saat itu, siapa saja yang menjadi korban dan siapa yang menjadi kerabat dari korban, bagaimana reaksi dari kerabat korban dengan konflik yang terjadi, dan selanjutnya siapa yang memiliki potensi menjadi provokator atau orang-orang yang dapat mewujudkan konflik simbolik yang dapat mengaktifkan sentimen kesukubangsaan. Informasi-informasi ini sangat berguna untuk dianalisa ketika konflik sedang berlangsung, guna menemukan dan mengumpulkan tokoh-tokoh yang tepat dan mengetahui sumber penyebab terjadinya konflik sehingga ditemukan cara-cara penyelesaian konflik yang tepat. Dalam mencari cara-cara penyelesaian yang tepat polisi juga dapat menggunakan konsep memperbaiki jendela yang rusak (fixing the broken windows) oleh Kelling & Coles (1998), yaitu menciptakan suatu lingkungan yang aman bagi hubungan antar sukubangsa, disamping melibatkan polisi dan masyarakat juga pemerintahan setempat untuk mencari sumber-sumber masalah yang menjadi embrio dari konflik antar sukubangsa, memperbaikinya secara bersama-sama dan membuat aturan-aturan atau konvensi-konvensi sosial, serta melibatkan masyarakat dalam menjaga aturan-aturan tersebut.



Adapun cara-cara yang lain untuk memecahkan konflik adalah :

1. Perlunya diberikan pemahaman dan pembinaan mental secara konsisten dan berkesinambungan terhadap para warga sukubangsa di Indonesia terhadap eksistensi Bhinneka Tunggal Ika sebagai faktor pemersatu keanekaragaman di Indonesia, bukan sebagai faktor pemicu perpecahan atau konflik.

2. Perlunya diberikan pemahaman kepada para pihak yang terlibat konflik untuk meniadakan stereotip dan prasangka yang ada pada kedua belah pihak dengan cara memberikan pengakuan bahwa masing-masing pihak adalah sederajat dan melalui kesederajatan tersebut masing-masing anggota sukubangsa berupaya untuk saling memahami perbedaan yang mereka punyai serta menaati berbagai norma dan hukum yang berlaku di dalam masyarakat.

3. Adanya kesediaan dari kedua belah pihak yang terlibat konflik untuk saling memaafkan dan melupakan peristiwa yang telah terjadi.


KESIMPULAN

Disadari atau tidak perdamaian dan suasana yang kondusif adalah suatu hal yang sangat diidamkan oleh masyarakat negeri ini. perlunya peran pemerintah dan kerjasama antara elemen masyarakat. Perspektif konflik antara sukubangsa Ambon dan Flores yang terjadi didepan PN Jakarta Selatan tersebut diatas terutama disebabkan pengaktifan sentimen kesukubangsaan secara sempit dan subyektif yang diinterpretasikan sebagai perbuatan yang melukai harga diri dan kehormatan masing – masing sukubangsa Ambon dan sukubangsa Flores yang selanjutnya terwujud sebagai konflik fisik yang bertujuan melakukan penghancuran harta benda bahkan saling mengacam untuk memusnahkan jiwa kedua belah pihak yang bertikai

Kurangnya pemahaman dan internalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika oleh generasi muda tersebut turut memicu munculnya aroganisme yang mengakibatkan konflik antar sukubangsa yang semestinya tidak terjadi apabila nilai-nilai dimaksud telah tertanam dalam tiap-tiap individu mereka, walaupun tidak bias dipungkiri pula faktor Ekonomi adalah salah satu sebab lain yang memiliki andil dalam kejadian tersebut.

Aspek individu pihak-pihak yang terlibat konflik melalui pemberian pemahaman dan pembinaan mental secara konsisten dan berkesinambungan terhadap eksistensi Bhinneka Tunggal Ika, peniadaan stereotip dan prasangka serta kesediaan saling memaafkan antar satu sukubangsa dengan sukubangsa lainnya. Cara lainnya yang bisa dilakukan oleh pemerintah adalah upaya untuk pemerataan dibidang ekonomi dan pembangunan dengan cara penyedian sumber-sumber lapangan pekerjaan yang lebih banyak dan merata diseluruh Indonesia sehingga tidak terjadi penumpukan penduduk disalah satu wilayah yang menimbulkan dampak lain seperti pengangguran. Gunamewujudkan keharmonisan hubungan antar sukubangsa dalam interaksisosial, Polri dapat berperan di dalamnya dengan menerapkan model Polmasmelalui pemberdayaan para tokoh yang merupakan Patron dari masing-masing sukubangsa yang terlibat konflik sehingga terjadi hubungan dan kerjasama yang berkesinambungan antara masing masing sukubangsa tersebut.

Apapun juga prosedur dan mekanisme yang dibangun untuk mengantisipasi dan mengatasi konflik, dan betapapun efektifnya berdasarkan rancangannya, semua itu akan sia-sia saja manakala para warga tidak hendak mentransformasi dirinya menjadi insan-insan yang berorientasi inklusivisme. Berkepribadian sebagai eksklusivis, warga tidak hendak menyatukan dirinya ke puak lain, bahkan, alih-alih demikian, ia besikap konfrontatif dengan puak lain. Bersikap konfrontatif, ujung akhir penyelesaian konflik yang dibayangkan hanyalah “menang atau kalah”, dan bahwa the winner will takes all serta pula bahwa to the winner the spoil. Matinya yang kalah akan menjadi rotinya sang pemenang, iemands dood, iemands brood. Apabila konflik yang terjadi berlangsung pada model yang demikian ini, yang tak muhal bisa terjadi juga dalam masyarakat yang demokratik, akibat yang serius mestilah diredam atau dilokalisasi; ialah dicegah untuk menjadi terbatas hanya berkenaan dengan pihak-pihak yang berselisih saja, yang “pertarungannya” dan “perampasan harta kemenangan” akan diatur berdasarkan aturan-aturan permainan yang telah ditetapkan bersama (misalnya aturan perundang-undangan) yang telah dimengerti dan disosialisasikan.




Sumber :
http://buanajurnal.wordpress.com/2013/06/28/konflik-antar-suku-bangsa
http://mascondro212.blogspot.com/2011/05/konflik-antar-suku-bangsa-dan-upaya_16.html

Pengertian kerukunan umat beragama


A. Pengertian kerukunan umat beragama
Kerukunan umat bragama yaitu hubungan sesame umat beragama yang dilandasi dengan toleransi, saling pengertian, saling menghormati, saling menghargai dalam kesetaraan pengamalan ajaran agamanya dan kerja sama dalam kehidupan masyarakat dan bernegara. Umat beragama dan pemerintah harus melakukan upaya bersama dalam memelihara kerukunan umat beragama, di bidang pelayanan, pengaturan dan pemberdayaan. Sebagai contoh yaitu dalam mendirikan rumah ibadah harus memperhatikan pertimbangan Ormas keagamaan yang berbadan hokum dan telah terdaftar di pemerintah daerah.
Pemeliharaan kerukunan umat beragama baik di tingkat Daerah, Provinsi, maupun Negara pusat merupakan kewajiban seluruh warga Negara beserta instansi pemerinth lainnya. Lingkup ketentraman dan ketertiban termasuk memfalisitasi terwujudnya kerukunan umat beragama, mengkoordinasi kegiatan instnsi vertical, menumbuh kembangkan keharmonisan saling pengertian, saling menghormati, saling percaya diantara umat beragama, bahkan menerbitkan rumah ibadah.
Sesuai dengan tingkatannya Forum Krukunan Umat Beragama dibentuk di Provinsi dan Kabupaten. Dengan hubungan yang bersifat konsultatif gengan tugas melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh-tokoh masyarakat, menampung aspirasi Ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat, menyalurkan aspirasi dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan.
Kerukunan antar umat beragama dapat diwujdkan dengan;
1. Saling tenggang rasa, saling menghargai, toleransi antar umat beragama
2. Tidak memaksakan seseorang untuk memeluk agama tertentu
3. Melaksanakan ibadah sesuai agamanya, dan
4. Mematuhi peraturan keagamaan baik dalam Agamanya maupun peraturan Negara atau Pemerintah.
Dengan demikian akan dapat tercipta keamanan dan ketertiban antar umat beragama, ketentraman dan kenyamanan di lingkungan masyarakat berbangsa dan bernegara.



B. Beberapa pendapat para ahli mengenai kerukunan umat beragama:

1. Mahmassani
(1977: 22-26) seorang Dosen Hukum Islam pada Fakultas Hukum Perancis di Beirut
memberikan penjelasan sebagai berikut :
Syari'at adalah f'irman Allah atau Syari' yang memberi faedah hukum. Atau dengan
perkataan lain menurut para ahli ushul firman Allah yang ditujukan kepada orang-orang mukallaf, yaitu orang-orang yang sudah cakap bertanggung jawab hukum atau boleh juga dikatakan, kaedah hukum yang ditentukan oleh syari'at mengenai katentuan hukumnya, bahwa syari'at adalah hukum Allah yang disampaikan atas lisan nabi-Nya Muhammad saw, sedangkan fiqh adalah ilmu untuk mengetahui masalah masalah hukum secara praktis, yangdiperoleh dari dalil- dalil hukum perincian. Ini berarti bahwa seorang ahli fiqh diwajibkan mendasarkan segala ketentuan hukum yang diperolehnya itu atas dalil-dalil dan sumber-sumber, tempat cara pengambilannya dengan cara pendapat dan lstidlal”.
Dengan memperhatikan pendapat di atas berarti bahwa dalam fiqh ada unsur ijtihad, sedangkan dalam syari'at tidak ada. Hal itu dikarenakan syari'at bersumberkan dalil-dalil yang jelas (qath'i), sedangkan fiqh bersumberkan dalil-dalil yang samar (dzonni). Menurut Hasbullah Bakry (1968: 20) tentang perbedaan antara syari'at dan fiqh ini yaitu :"Syari'at = Hukum Qur"an = Agama Islam murni = Penilaiannya absolut = Berlaku untuk segenap zaman dan tempat. Hukum Fekih = Prestasi budaya manusia di satu zaman dan satu tempat = Penilaiannya relatif = Selalu in wording = Berobah terus disesuaikan dengan kehidupan manusia".
Tujuan Syari’at Islam adalah karena manusia adalah makhluk sosial, diperlukan ketentuan yang mengatur hubungan antar sesama manusia. Ketentuan yang mengaturnya itu adalah hukum. Dengan perkataan lain, bahwa hukum itu adalah merupakan hal yang dibutuhkan manusia.

2. Drs. H. Indra
            Dosen IAIN Sumatera Utara berpendapat bahwa, nilai kearifan lokal akan memiliki makna apabila tetap menjadi rujukan dalam mengatasi setiap dinamika kehidupan sosial, lebih-lebih dalam menyikapi berbagai perbedaan yang menimbulkan konflik. Sebab, keberadaan nilai kearifan lokal justru akan diuji di tengah-tengah kehidupan sosial dinamis.



3. Beberapa Dosen di Sulawesi Utara
            Dalam rangka menggali informasi mengenai materi pendidikan teologi kerukunan, masalah-masalah dalam pndidikan kerukunan, dan langkah-langkah penguatan teologi kerukunan antar umat beragama, Sekretris anggota Wantimpres bidang Hubungan Antar Agama, Masykuri Abdillah mengadakan pertemuan terbatas di Manado (24/05/2012).
            Pertemuan yang terdiri dari dua sesi tersebut menghadirkan Maria Heny Pratiknjo, Dosen Universitas Samratulangi; Sya’ban Mauluddin, Kepala Kanwil Kemenag Provinsi Sulut; Dantje Weku, dari dinas pendidikan Provinsi Sulut; Perwakilan guru agama Islam, Katolik, Hindu dan Budha. Pada sesi pertama yang membahas “Pendidikan kerukunan beragama”. Selanjutnya, dalam sesi kedua yang membahas “Penyiaran agama berorientasi padakerukunan antar agama”, hadir Nasruddin Yusuf, Ketua STAIN Manado, Sya’ban Mauluddin Kepala Kanwil Kemenag Provinsi Sulut; Yos Nandy dari Kesbangpol Provinsi Sulut; serta perwakilan majelis agama Islam, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu. Keesokan harinya, Tim kajian :Teologu Kerukunan dan Implementasinya dalam Pengajaran Agama” Wantimpres mengadakan kunjungan lapangan ke SMAN 9 dan SMAN 3. Dari pertemuan ini diketahui bahwa bingkai sosiokultural (kearifan lokal) lewat filosofi “Torang Samua Basudara” (kita semua bersaudara) memberikan dampak besar bagi masyarakat Sulawesi Utara, sehingga tercipta suatu hubungan yang harmonis dan toleran antar pemeluk agama. Sosialisasi mengenaikerukunan antar umat beragama telah diselipkan dalam materi pendidikan disekolah maupun dalam penyiaran agama lewat para tokoh agama, yang mengajarkan masyarakat Sulawesi Utara untuk “Baku-Baku Sayang, Baku-Baku Bae, Baku-Baku Bantu” (Saling menyayangi, saling berteman, dan saling membantu). Dengan demikian, Kerukunan ini memunculkan suatu istilah baru bahwa “Sulut sulit disulut”. Berbagai upaya penguatan kerukunan dan cerminantoleransi antar umat beragama di Sulawesi Utara ini dapat menjadi contoh bagi daerah lain di Indonesia dalam menciptakan dan menjaga kerukunan antar umat beragama.

4. Galih Prakoso
            Menurut Galih Prakoso, Fakultas Industrial Engineering, President University, Kerukunan intern umat beragama berarti adanya kesepahaman dan kesatuan untuk melakukan amalan dan ajaran agama yang dipeluk dengan menghormati adanya perbedaan yang masih bisa ditolerir. Misal dalam Islam ada NU, Muhammadiyah, dsb. Dalam protestan ada GBI, Pantekosta, dsb. Dalam Katolik ada Roma dan Ortodoks. Hendaknya dalam intern masing-masing agama tercipta suatu kerukunan dan kebersatuan dalam masing-masing agama.
            Kemudian, kerukunan antar umat beragama adalah menciptakan persatuan antar agama agar tidak terjadi saling merendahkan dan menganggap agama yang dianutnya palin baik. Ini perlu dikatakan untuk mengindari terbentuknya fanatisme ekstrim yang membahayakan keamanan, dan ketertiban umum. Bentuk nyata yang bisa dilakukan adalah dengan adanya dialog antar umat beragama yang didalamnya bukan membahas perbedaan, akan tetapi memperbincangkan kerukunan, dan perdamaian, hidup dalam bermasyarakat. Intinya adalah bahwa masing-masing agama mengajarkan untuk hidup dalam kedamaian dan ketentraman.
            Tetakhir adalah kerukunan umat beragama dengan pemerintah, maksudnya adalah dalam hidup beragama, masyarakat tidak lepas dari adanya aturan pemerintah setempat yang mengatur tentang kehidupan bermasyarakat. Masyarakat tidak boleh hanya mentaati aturan dalam agamanya masing-masing, akan tetapi juga harus mentaati hukum yang berlaku di negara Indonesia. Bahwasannya Indonesia bukanlah negara agama tapi negara bagi orang yang beragama.
            Tentunya hal-hal tersebut dapat diaplikasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang didalamnya terdapat beraneka ragam suku, agama, ras dan budaya yang berbeda satu sama lainnya.
5. Menurut pandangan Islam
            Untuk mnghindari perpecahan di kalangan umat islam dan memantapkan ukhuwah islamiyah para ahli memantapkan tiga konsep, yaitu:
Ø  Konsep Tanawwul al’ibadah (keragaman cara beribadah), konsep ini mengakui adanya keragaman yang dipraktekan Nabi dalam pengalaman agama yang mengantarkan kepada pengakuan akan kebenaran semua praktek keagamaan selama merujuk kepaga Rasulullah. Keragaman cara beribadah merupakan hasil dari interpretasi terhadap perilaku Rasul yang ditemukan dalam riwayat (hadits).
Ø  Konsep Al mukhtiu fi al ijtihadi lahu ajrun (yang salah dalam berijtihad pun mendapatkan ganjaran), konsep ini mengandung arti bahwa selama seseorang mengikuti pendapat seorang ulama, ia tidak akan berdosa, bahkan ia teteap diberi ganjaran oleh Allah, walaupun hasil ijtihad yang diamalkannya itu kelir. Disini perlu dicatat bahwa wewnang untuk menentukan yang benar dan tidak  bukannlah menusia tetapi Allah SWT yang baru kita ketahui di hari akhir. Kendatipun dmikian, perlu pula diperhatikn orang yang mengemukakan ijtihad maupun orang yang pendapatnya diikuti, haruslah orang yang memiliki otoritas keilmuan yang disampaikannya setelah melalui ijtihad.
Ø  Konsep La hukma lillah qabla ijtihadi al mujtahid (Allah belum menentapkan suatu hukum sebelum upaya ijtihad dilakukan seorang mujtahid), konsep ini dapat kita pahami bahwa pada persoalan-persoalan yang belum ditetapkan hukumnya secara pasti, baik dalam al-quran maupun sunnah Rasul, maka Allah belum menetapkan hukumnya. Oleh karena itu umat islam, khususnya para mujtahid, dituntut untuk menetapkannya melalui ijtihad. Hasil dari ijtihad yang dilakukan itu merupakan hukum Allah bagi masing-masing mujtahid, walaupun hasil ijtihad itu berbeda-beda.
Ø  Ketiga konsep tersebut memberikan pemahaman  bahwa ajaran islam mentolerir adanya perbedan dalam pemahaman maupun pengalaman. Yang mutlak  itu hanyalah Allah dan firman-firmannya, sedangkan interpretasi terhadap firman-firman itu bersifat relatif. Karena itu sangat dimungkinkan untuk terjadi perbedaan. Perbedaan tidak harus melahirkan pertentangan dan permusuhan. Disini konsep insep islam tentang Islah dioerankan untuk menyelesaikan  pertentangan yang terjadi, maka Islah diperankan untuk menghilangkannya dan menyatukan kembali orang atau kelompok yang saling bertentangan.



Sumber : http://www.bimbingan.org/pengertian-kerukunan-antar-umat-beragama.htm